Aku adalah Ima Maghfirah, Perempuan yang terlahir di desa kecil bernama Bacem kota Mojokerto. Tulisan ini adalah tentang persiapanku kuliah ke Mesir.
Aku terlahir ditengah-tengah keluarga yang agamis namun kurang dalam finansial, sedari kecil aku membantu ibuku bekerja membuat gorengan yang kami jual di kantin sekolah dasarku MI Darul Hikmah dan kami jajakan pula pada tukang sayur langganan kami. Hal ini berlangsung hingga aku menyelesaikan sekolahku di Madrasah Tsanawiyah Miftahul Qulub. Setelah lulus dari Mts aku dan keluargaku merasa bingung akan melanjutkan sekolah dimana, karena kami tidak mampu menatap biaya pendidikan di lembaga manapun, akhirnya aku memutuskan tuk mondok ke Bogor, pondok milik teman ibuku yang mau membiayai pendidikanku. Namun untuk itu, aku harus bekerja dulu sebagai bekal keberangkatanku kesana. Setelah sebulan aku bekerja di pasar, Guruku mendatangiku dan mengajakku sekolah di yayasan sekolahku dulu MA Miftahul Qulub karena beliau tahu bahwa aku adalah murid berprestasi dan beliau menyayangkan jika aku tidak melanjutkan sekolahku. Akhirnya aku sekolah disana dengan bantuan beliau dan pihak sekolah. Aku sekolah pada sore harinya dan juga belajar agama dipondok di pagi harinya.
Sejak lulus Mts aku telah bertekad tuk kuliah di Al-Azhar, namun dengan keberadaanku disana selama setahun membuatku merasa bahwa bekalku tidaklah cukup untuk mengikuti seleksi ke Mesir. Dan dengan dorongan diriku tuk belajar agama lebih intens, aku membuat keputusan besar dalam hidupku, aku harus pergi dari sini. Akhirnya aku pindah ke pondok pesantren Al-Iman di Ponorogo bersama adik keponakanku. Dan aku tahu bahwa aku tak bisa mengandalkan kiriman dari keluargaku tuk membiayai hidupku disana, maka akupun membantu pondok tuk meringankan biayaku, membantu ibu dapur memasak lauk pauk untuk 300 santri di dapur utama. Aku memang tak tahu apa-apa tentang pondok ini sebelumnya, maka setelah aku disini aku sangat terkejut dengan sistem pendidikan disini yang ternyata mengikuti Gontor, 4 tahun tuk menyelesaikan sekolah Aliyahku dan satu tahun mengajar, genaplah 6 tahun aku menghabiskan masa tuk bisa kuliah.
Sebelum aku lulus aku telah meminta izin pada direktrisku tuk mengikuti tes seleksi ke Mesir dan melanjutkan pengabdian setelah kuliah, namun permintaanku ditolak dan aku harus menunggu tahun depan tuk bisa mengikutinya. Selama satu tahun itupun aku bekerja mengumpulkan uang tuk persiapan kesana, akhirnya setelah satu tahun berlalu aku pun mengikuti tes itu bersama kelima temanku yang ingin melanjutkan kuliah disana juga. Kami bergabung dengan mediator Dar El Fahri tuk membantu kepengurusan kami.
19 Mei 2016 aku dan teman-temanku mengikuti tes di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. Puji syukur Alhamdulillah dengan persiapan yang seadanya kami lolos seleksi. Akhirnya kami pun harus bolak-balik Ponorogo-Jakarta tuk menyelesaikan pengabdian dan juga tuk mengurus berkas-berkas. Bersama teman seperjuanganku Mar’atus Sholihah kami membuat 20 lebih proposal permohonan bantuan dana pendidikan tuk biaya keberangkatan kami, dan kami antarkan proposal itu ke lembaga- pendidikan di beberapa kota.
Alhamdulllah Mar’atus mendapat bantuan lebih dulu dariku. Dan aku, hingga detik-detik terakhir pembayaran aku belum juga mendapat jawaban ataupun uang dan uang tabungan yang kukumpulkan selama setahun telah habis tuk biaya pengurusan berkas dan biaya perjalanan Ponorogo-Jakarta selama 3 kali. Aku tak tahu lagi apa yang harus kulakukan, jika memang tak ada jawaban sampai hari terakhir pembayaran mungkin Allah memang tak meridhaiku tuk belajar disana. Hingga akhirnya ustadzahku mengumumkan pada para wali santri bahwa ada seorang santri yang telah membayar sebagian biaya, namun ia tidak mampu lagi tuk melengkapi kekurangannya, maka dengan kerendahan hati beliau memohon pada wali santri yang berkecukupan tuk membantunya, dari luar aku mendengar itu dengan berurai air mata karena aku merasa akulah santri yang beliau maksud itu. Syukur tak terhingga kuucapkan pada Allah dan wali santri yang telah menolongku, semoga Allah membalasnya dengan Jannah-Nya amin. Dan akhirnya kini telah kutapakkan kakiku di negeri Kinanah ini, telah kukuasai bahasa daerahnya, kujelajahi setiap pelosoknya, dan kureguk manisnya ilmu dari para masyayikh dan majlis ilmu yang tersebar dimana-mana. Syukur wal hamdulillah wal hamdulillah, semoga Allah menjaga semangat ini sampai Ia berkata tuk berhenti dan kembali.